Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Dialektika Perubahan di Era Transisi


Judul Buku : TRANSISI PEMBARUAN
Dialektika Islam, Politik dan Pendidikan

Penulis : Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.

Pengantar : Prof. Dr. HM.Ridlwan Nasir, MA.

Penerbit : LEPKISS

Cetakan : I, 2008

Tebal : 284 hal

Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

“ yang senantiasa berubah adalah perubahan Itu sendiri ”( Cicero). kalimat ini, bukan kalimat tak bermakna dan bebas nilai, aneh, apalagi ditakuti sebagai ancaman yang menghantui pikiran dan pijakan kita untuk melangkah menatap masa depan yang lebih baik. Tak terkecuali pada masa transisi yang menderah bangsa Indonseia. Tentunya ada banyak perubahan mendasar dalam tatanan kehidupan.

Perubahan politik, pendidikan dan religiositas menarik untuk ditelisik. Didalam politik perubahan politik ternyata mengandung paradoks. Disatu sisi ada keteraturan sosial yang dibangun, sisi lain menhadirkan konflik sosial yanga tidak dapat ditolak. Tapi satu hal yang pasti bahwa semua tindakan politik yang dilakukan para elit poltik memilki tujuan yang sama yaitu ingin menciptakan perpolitikan Indonesia yang demokratis. Hanya saja kapan hal tersebut akan dicapai rasanya masih jauh. Dan yang menjadi perhatian dan menyesakkan bahwa kehidupan keragaman yang diwarnai dengan meningkatnya kekerasan. Ada banyak kasus kekerasan mengatas namakan agama, dan turut memancing konflik sosial yang tidak diharapkan. Sedangkan pada dunia pendidikan juga sangat menyedihkan, selain jauh dari perubahan dan cendrung sangat lambat.

Buku Nur Syam berjudul “ Transisi Pembaruan, Dialektiaka Islam, Politik, dan pendidikan. Merupakan kumpulan tulisan refleksi seorang Profesor Sosiolog Islam yang berserakan di Media Massa tentang Gerakan Ke-Islam-an kontemporer, Perilaku (Oknom) Politik dan carut marutnya dunia Pendidikan Indonesia, yang dinilai Laa yamuutu walaa yahya ( tidak bermutu dan tak berdaya ). Hal berupakan menjadi luar biasa karena di saat kesibukan menjadi birokrat Perguruan Tnggi menyempatkan diri menyumbang dan menyalurkan ide-ide segar.

Dalam sub tulisan “Dialektika Politik, Organisasi Keagamaan dan Tradisi keindononesian”, menbaca dinamika Keagamaan dalam Politik, misalnya bagaimana hubungan antara tarekat dan penguasa, dengan memperlihatkan bahwa adanya dinamika relasi integrati-disintegratif dan juga bagaimana geliat politik kiai dan Ulama yang kian memuncak, kemudian refleksi ulang terhadap peran rakyat sebagai ujung tanduk demokrasi, dan pandangan Nur Syam, tentang Politik yang pernah dilahirkan Jam’iyah Nahdltul Ulama.

Masyarakat memang belum bisa sepenuhnya mengelola kebebasan sosial politik. Hal ini, bisa dibuktikan dengan masih ruwetnya persoalan politik dan masih menjadi pekerjaan rumah tentang kesenjangan sosial, rendahnya daya serap pekerjaan, in come perkapita dan kemiskinan hingga konflik sosial dimana-mana.

Sedangkan, problem pendidikan begitu kompleks. Ketika awal reformasi, para pakar pendidikan langsung menyatakan terletak pada sentralisasi seluruh aspek kehidupan. Penyeragaman pendidikan dianggap sebagai ujung tumbak kerusakan pendidikan. Sistem sentralistik tersebut berdasar atas prinsip semua diatur dari pusat dan cendrung tidak memberikan ruang dinamis bagi lokalis.

Kemudian, ada perubahan paradigma dari pola sentralisasi ke desentralisasi yang banyak mengubah mindset perancang dan pelaksana pendidikan dalam berbagai aspek. Dalam UU sistem pendidikan nasional, No. 20 tahun 2003. misalnya, semangat desentralisasi pendidikan untuk mempercepat kemajuan. Isinya pun tentang pendidikan berbasis rakyat, artinya dari rakyat untuk rakyat.

Dan yang menambah ruwet problem bangsa adalah kehidupan keragaman yang semakin keras. Sering, satu sama lain menjadi hakim kebenaran atas yang berbeda. Ada yang merasa agamanya yang paling berhak hidup sedang lainnya dinihilkan. Kemudian ada yang merasa berhak menafsirkan doktrin keagamaannya. Tarik menarik atas tafsir tadi memicu konflik keagamaan. Ada beragama dengan posisi sangat kanan dan ada beragama pada posisi kiri. Ada yang sangat fundamental dan yang liberal. gesekan demi gesekan ini, tidak dapat didinginkan dengan cara keagamaan lebih mengedepankan rahmatan lil alamin dan bahkan diperbutkan terus menerus.

Sebagai tawaran atas problem, dalam menjalani kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, keagamaan, maupun pendidikan agar tetap eksis dan berjalan lancar diperlukan sebuah perjuangan dalam segala hal. Dengan mengedepankan etika perjuangan dijalan masing-masing, utamanya menghadapi transisisi perubahan disektor manapun yang berdampak langsung pada kehidupan.

Buku setebal 284 halaman ini, sarat akan pandangan cerdas dan sangat luas dalam mencermati perubahan yang terjadi, patut diajungi jempol sekaligus apresiasi besar tertujuh padanya. Hingga tidak salah, jika menjadi bahan referensi baik kalangan akademisi, poltitisi, mahasiswa dan pengamat perkembangan ke-Indonesian masa kini. Kalaupun ada beberapa kekurangan pada buku ini, tidak begitu berpengaruh pada subtansi pembahasan. Dengan ini, membuktikan bahwa profesor lulusan Universitas Airlangga ini mampu mendialektikakan perubahan dan pandangannya dengan menjangkau warna-warni yang tak tersentuh dalam aspek kehidupan dengan bekal ilmu sosiologi-religinya.

Dan akhirnya, kalimat “yang senantiasa berubah adalah perubahan Itu sendiri” yang diucapkan Cicero, harus tetap mendapat perhatian dalam menangkap perubahan yang terus-menerus karena kita ada dalam kehidupan dan kehidupan adalah dinamis.

*) Penulis Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabya dan Aktif di Pondok Budaya Ikon Surabaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels