Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Selendang Cinta dari Sang Nabi

s1600-h/nuku+burdah.jpg">

Judul Buku : Burdah Imam al-Bushiri :
Kasidah Cinta dari tepi Nil untuk Sang Nabi
Penulis : Masykuri Abdurrahman
Penerbit : Pustaka Sidogiri
Distributor : Khalista
Cetakan : I, Maret 2009
Tebal : 121 hlm.
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

“Aku tidur dan bermimpi didatangi Rasululah SAW. Beliau mengusap bagian tubuhku yang lumpuh dengan tangannya yang mulia. Lalu beliau memberikan sehelai burdah (Selendang) kepadaku”.

Potongan cerita diatas adalah jalan panjang seorang penyair dalam menyelesaikan syair-syair sanjungan untuk sang nabi yang kemudian sangat terkenal didunia Islam dengan Sebutan “Burdah”. Burdah merupakan karya al-Buzairy yang sangat fenomenal ketimbang karyanya yang lain, kemashurannya memang telah muncul sejak awal bukan hanya karena faktor keindahan bahasa atau kualitas penulisnya, namun ada faktor keajaiban supranatural didalamnya.

Tak heran, sebab susunan bahasanya indah lagi mudah dilagukan. Burdah memang satu-satunya bentuk puisi dalam khazanah kesustraan arab yang paling kuat bertahan. karena, mudah dihafal, berbobot, karya estitik, romantik, dan memang telah banyak orang yang menghafalnya di luar kepala. Makanya sebagian sastrawan arab pun ada yang mencoba untuk menirukan. Dan para kritikus sastra arab pun mengakui keindahan burdah yang semula memandang remeh berbalik arah mengaguminya. Menurut de Sacy, seorang pengamat satra arab bahwa diera kontemporer saat ini, Burdah tidak tertandingi.

Buku ini merupakan ulasan atas burdah sendiri yang diperuntukan bagi kaum muslim agar lebih paham maksud dan isi burdah itu sendiri. Burdah terdiri dari 160 bait, berisi padat anasir nasehat beserta peringatan, baik soal angkara nafsu, pujian kepada nabi, keagungan al-qur’an, peristiwa isra’ mi’raj, jihad prajurit Nabi Muhammad SAW. Munajat-Munajat, serta shalawat pada Nabi, Shahabat, dan keluarganya. Bahwa hakikat cinta pada Nabi SAW. Bukanlah menganggap beliau sebagai tuhan melainkan menyanjung Rasullah adalah sebagai manusia pilihan yang diutus sebagai utusan tuhan.

Seperti sebuah magnet, burdah mampu menyihir pendengar dengan khikmat bila dilantunkan pada perhelatan, baik dibaca sendiri secara solo maupun koor. Semangat pendengar makin terpompa, harapan sudah di depan dan spirit kecintaan pada kekasih Allah SWT. Untuk mencintai kekasih, al-qur’an mengajarkan dan menganjurkan kepada umat islam, sebagaimana yang tertera dalam kitabullah yang artinya “sesungguhnya Allah dan para Malaikat ber-salat atas nabi, hai orang-orang yang beriman salat-lah atas dan berilah salam dengan sehormat-hormatnya salam” (QS al-Ahzab 33:56).

Namun, seiring fenomenalnya Burdah bukan tanpa hambatan dan tantangan dalam menyampaikan risalah lewat syair-syair yang ditujukan pada sang baginda Rasulillah Muhammad SAW. Baik penulis Burdah ataupun Pengagumnya kaum Muslimin. Ada banyak hal, rintangan yang membuat Burdah harus dijauhi dan dibuang jauh dari dunia muslim. Pertama al-Bushiry dianggap penyair kontroversial karena kecendungannya mengejek orang lain menggunakan sajak-sajaknya dan hanya mencari keuntungan dari kepandaiannya dalam bersyair, mengubah sanjungan untuk penguasa Mamluk yang menguasai Mesir pada saat itu. Al-busyiri tidak memperhatikan apakah penguasa itu baik atau tidak.

Kedua datangnya kritikan dari pengikut Ibnu Taimiyah dan diteruskan oleh kaum Wahabi. Mereka menganggap Burdah termasuk bagian dari Ghuhuwwul mutashawwifah fi madhin Nabi, kelompok sufi yang keterlaluan ekstrem menyanjung Rasullah. Bahkan, sebagian mereka menganggap Burdah menampilkan kesyirikan karena dianggap memanjat doa kepada nabi Muhammad SAW. Dan ketiga merupakan pengalaman al-bushiry dalam proses penyelesaian sajak-sajak buat baginda nabi, beliau menagalami kelumpuhan yanga sangat parah sehiungga tidak bisa melanjutkan karangan syair-syair hingga ia bermimpi bertemu nabi dan nabipun mengusapnya disertai memberi selendang ( Burdah ), hingga ia bangun dan sembuh.

Terlepas, pro-kontranya atau bagiamana berliku proses dan perjalannan Burdah tetaplah sebuah mahakarya yang diakui kalangan luas dan dibaca ribuan umat islam untuk mengenang sang pelita hati. Selanjutnya, meskipun menurut Dr.Ali Najib Athawi bahwa secara kesustereaan beberapa sajak al-Bushiri lebih indah dan cerdas dibanding sajak Burdahnya Kaab bin Zubair dan namapun diambil dari sajak nya (tabarrukan). Tetaplah sajak-sajak Kaab bin Zubair lebih agung kedudukan dari pada al-Bushiry karena memiliki keistimewaan dibaca dihadapan Rasullah dan Rasullah langsung memberikan cindera mata berupa selendang kepada Kaab di Dunia nyata.

Terakhir, buku karangan Masykury Abdurrahman ini patut mendapat tempat dihati kaum muslim tidak hanya menjadi pelengkap dari Burdah al-Bushiry dan Burdah Kaab bin Zubair tapi memjadi referensi untuk menambah penghayatan kita atas perjuangan rasul, dan menambah spirit kita demi tegaknya Izzul Islam wal Muslimin.


Penulis Alumni Pondok Pesantren Nasy’Atul Muta Allimin Gapura -Sumenep dan Aktif di PENA PESANTREN Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels