Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Membelah Hukum Minoritas


Judul : FIQIH MINORITAS, Fiqh Al- Aqalliyat Dan Evolusi Maqashid
Al-Syari’ah Dari Konsep Ke Pendekatan
Penulis : Dr. Ahmad Imam Mawardi, MA.
Pengantar : Prof. Dr. Abd. A’la, MA.
Penerbit : LKIS, Yogyakarta
Cetakan : I, Desember 2010
Tebal : xxvi+322 hal.
Peresensi : Ahmad Shiddiq *

Wacana pembaruan hukum Islam sebenarnya bukanlah masalah baru, dan perdebatan tentang ijtihad pun bukan sesuatu yang asing. Dialog hukum Islam (fiqh) dengan perkembangan sosial juga sudah sering dilakukan. Munculnya nama-nama pembaru hukum Islam modern dan istitusi hukum-hukum Islam modern dan institusi-institusi hukum Islam yang aktif mengkaji hukum-hukum aktual adalah bukti masih hidup hukum Islam, walaupun sempat redup dalam beberapa periode. Namun, lemahnya kajian ushul fiqh yang mengusung spirit ijtihad telah menutup pintu kreativitas para cendikiawan untuk berani memberikan tafsiran-tafsiran baru yang sesungguhnya dibutuhkan oleh muslim kontemporer dengan dinamika kehidupan yang serba cepat.

Sejatinya, hukum dibuat untuk mencapai kemaslahatan manusia, tak terkecuali hukum Islam yang diyakini bersumber dari al-Qur’an, hadits, ataupun imam-imam madzhab (fiqh). Apabila hukum tidak lagi mengcover kepentingan maslahah umat manusia, saat itu pula hukum perlu ditinjau kembali dan selanjutnya dibuat hukum yang baru dan lebih akomodatif , dengan tetap tidak menafikan ajaran-ajaran prinsipil agama, yang dalam khazamnah fiqh disebut kulliyatul khams (perlindungan agama, nyawa, keturunan, harta dan akal). Hal inilah yang kemudian menjadikan fiqh aqalliyyat mendapatkan perhatian besar, baik pada tataran produk hukum, metodelogi, maupun, implikasinya.
Buku ini dalam diskursus hukum Islam di Indonesia bisa disebut sebagai buku pertama yang secara khusus mengkaji maqashid al-syari’ah sebagai metode pendekatan. Selama ini kita hanya memposisikan maqashid al-syaria’ah sebagai kerangka nilai yang mendasari setiap produk hukum, lalu berpegang pada kaidah ushul dalam proses istibath-nya. Maqashid al-syari’ah dalam buku ini telah berevolusi dan bermetamorfosis sebagai sebuah pendekatan metode pendekatan guna mengasilkan produk-produk hukum Islam yang kompetibel dengan kebutuhan masing-masing komunitas, sehingga melahirkan apa yang disebut fiqih minoritas (fiqh aqalliyat) yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat minorotas Muslim yang hidup di Barat.

Karena itu, urgensi fiqh ini akan terasa apabila kesulitan dan problematika hidup sebagai minoritas muslim di tengah masyarakat mayoritas non-muslim dapat dipahami dengan baik. Problematika sosial, politik, budaya, dan agama yang mereka hadapi membutuhkan kajian khusus dan mendalam sebagai satu-kesatuan masalah. Fiqh aqalliyat akan menjadi jawaban atas masalah ini apabila ia mampu menjadi serangkaian aturan yang utuh bagi kehidupan keagamaan masyarakat minoritas muslim.

Meski fiqih minoritas (fiqh aqalliyat) sebenarnya bukanlah suatu bentuk fiqh yang seratus persen baru dan terpisah dari fiqih tradisional. Fiqih minoritas hanyalah salah satu cabang dari ilmu fiqh yang luas dalam Islam (fiqh makro). Ia merujuk pada sumber yang sama, yaitu al-Qur’an , sunnah, ijma’ dan qiyas. Ia juga menggunakan metodelogi ushul fiqh yang sama dengan fiqh lainnya. Karena itulah, fiqh minoritas ini tidak perlu ditakuti atau bahkan dicurigai.

Memang, penulis buku ini bukanlah penggagas pertama hukum Islam semacam itu (fiqh aqalliyyat). Adalah Thaha Jabir Al-Alwani dan Yusuf Qaradhawi yang dianggap sebagai penggagas fiqih ini. Meski demikian, kehadirannya memiliki signifikansi tersendiri, malalui karya ini, penulis menegaskan bahwa ajaran Islam itu universal. Universalisme ajaran Islam berupa nilai-nilai moralitas yang luhur yang bertumbuh kukuh dalam maqashid al-syari’ah.

Dalam tataran ini Islam adalah satu. Meminjam konsep Bassam Tibi, dalam bentuk seperti itu Islam merupakan model reaty yang menampakkan diri lebih sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, absolute, dan bersifat metahistoris. Oleh karena itu, tugas mujtahid untuk melabuhkan ke dalam realitas konkret melalui kontekstualisasi model for reality tersebut ke dalam pemaknaan yang berkolerasi dengan lokalitas dan temporalitas tertentu. Dengan demikian, Islam bukan sekedar berada di langit angan-angan, atau sekedar archaism yang tidak bisa berdialog dengan tempat dan waktu, atau tak lebih dari sekedar utopian. Islam seutuhnya hadir sebagai agama kehidupan untuk maslahatan dan kehidupan umat manusia.

Seperti yang dijelaskan dalam karya Ahmad Imam Mawardi ini, bahwa fiqh aqalliyat didesain untuk memberikan panduan tentang hal-hal yang dilarang dan yang boleh bagi minoritas muslim di negara Barat, yang tidak bersistem pemerintahan Islami. Memang, fiqh pada masa awal memang identik dengan syari’ah, meliputi segala dimensi ajaran agama. Pada perkembangannya, fiqh hanya berisikan hukum-hukum Islam murni, dengan tidak memasukkan bidang aqidah yang dianggap sebagai wilayah kajian teologis, dan akhlak pada wilayah kajian moral atau etika. Perkembangan fiqh pada masa berikutnya terpengaruh oleh trend spesialisasi yang merupakan jargon profesionalisme di berbagai bidang sehingga melahirkan pembidangan yang lebih spesifik tentang wilayah kajian fiqh. Fiqh aqalliyat sendiri merupakan sebagai trend kontemporer kembali memadukan semua bidang.(hal, 124)

Hal inilah, yang menjadi perbedaan signifikan dari fiqh pada umumnya adalah fiqh minoritas ini merupakan salah satu produk fiqh geografis yang terlahir dari perspektif yang berbeda tentang maqashid al-syariah. Artinya, maqashid al-syariah dalam fiqh ini, lebih diposisikan sebagai metode pendekatan ketimbang sebagai konsep nilai agung, seperti fiqh umumnya dalam fiqh tradisional. Produk hukumnya pun berbeda. Kalau fiqh umumnya, produk hukumnya didasarkan pada hujjiyah nash (otoritas nash), maka produk hukum dalam fiqh aqalliyat didasarkan pada hujjiyah al-maqashid (kekuatan nilai-nilai tujuan syara’) yaitu untuk mendapatkan kemaslahatan dan menghilangkan kemadharatan.

Komitmen keislaman subtantif dan disertai oleh kemampuan penulis buku ini, dalam merangkai karya, sangat menarik untuk dicermati. Sisi-sisi dan nilai-nilai keislaman secara holistik terpampang dari satu uraian ke uraian berikutnya. Ia menggugah kita untuk meyakini dan membumikannya ke dalam kehidupan sehari-hari, secara sosial, budaya, agama, dan berbagai aspek lainya. Dan bagi kalangan non-muslim dapat menambah pemahaman dan meyakini bahwa Islam itu sebenarnya identik dengan nilai-nilai al-akhlaq dan al-shalihah yang ditujukan bagi terwujudnya kemaslahatan bersama.

*) Penulis santri Pesantren LUHUR AL-HUSNA dan redaktur Pena Pesantren Surabaya
Read More “Membelah Hukum Minoritas”
ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels