Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Misi Profetik Nabi



Judul Buku :ISLAM PROFETIK,
Substansiasi Nilai-nilai Agama dalam Ruang Publik
Penulis : Masdar Helmy
Penerbit : IMPULSE Jogjakarta
Cetakan : I, 2008
Tebal : 271 hal
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

Kredibilitas agama-agama sedang dipertaruhkan. Agama tiba-tiba menjadi tidak popular dalam melahirkan resolusi konflik harisontal yang justru ditimbulkan akibat gesekan antaragama. Tatanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang makin menunjukkan gejala tidak sehat seolah tidak mampu diredam agama.

Dan tampaknya penampilan agama dalam wilayah publik sedang mengalami episode antiklimaks atau titik nadir ditengah disfungsionalnya peran agama dalam proses penyelesaiannya berbagai persoalan kemanusian. ia sudah menjadi ironi agama yang yang diturunkan untuk menciptakan ketertiban dalam kehidupan umat manusia justru menjadi triggering factor bagi lahirnya itu sendiri.

Setidaknya problem keagamaan diatas mencerminkan kerisauan penulis dalam buku berjudul “Islam Profetik, Subtansiasi Nilai-nilai Agama dalam Ruang Publik. atas fenomena keagamaan masyarakat akhir-akhir ini, agama yang lahir tanpa celah dan mengimban amanat suci, menyebarkan kebaikan dan membangun solidaritas-pruralisme antar beragama menjadi moester-moester menakutkan dengan sejumlah simbol-simbol.

Kemudian atas problem keagamaan tadi, staf pengajar pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, mempertanyakan buruknya sistem penataan agama dalam ruang publik, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah amburadulnya penataan ruang publik itu merupakan buah kesengajaan (be desaign) atau justru keteledoran (by accident)? Jika jawabannya adalah yang pertama, maka tidak salah jika kita berasumsi, fundamental ruang publik yang rapuh merupakan resultant dari upaya penggadain ruang publik yang sengaja diciptakan untuk tujuan-tujuan jangka pendek.

Sementara itu, jawaban kedua mengandainkan rapuhnya fundamental ruang publik sebagai wujud kesembronoan, akibat dikeimbangkannya pengembangan platfom pruralisme dan multikulturalisme yang genuine sebagai perekat seluruh elemen bangsa. Hipotisis ini mensyaratkan kesungguhan dan kerja keras seluruh elemen bangsa, utamanya pemerintah terpilih, untuk membangun sebuah cetak biru ruang publik yang fair, adil, dan tidak menindas satu sama lain.

Dan diantara permasalahan agama kontemporer jauhnya semangat kenabian dalam sejumlah kehidupan yakni; kekersan, terorisme, kriminalitas, kemiskinan, kebodohan, pembohan, ketidakadilan, ketertindasan dan lain-lain. Bahkan dari saking pesimisnya terhadap tanggung jawab agama menjawab persoalan yang menggorita diatas, alumni Universitas Melbourne Australia ini, mengibaratkan “mimpi disiang bolong” ketika persoalan agama sendiri belum terpecahkan. Dengan analogi, bagaiman bisa mampu memjawab persoalan umatnya kalau agama sendiri belum mampu membebaskan diri dari kungkungan test yang diciptakan umatnya.

Karena itu, kesadaran profetik meniscayakan dua hal; membebaskan agama lebih dahulu, lalu mengonstruksi agama, berupa cara pembacaan terhadap agama yang sempit, dalam banyak hal justru lebih berbahaya ketimbang musuh dari luar dirinya., disinilah letak pentingnya pembacaan agama yang profetik guna menghadapi berbagai persoalan kontemporer yang makin rumit.

Kesadaran profetik apa sebenarnya yang menjadi tawaran intelektual Muda Nahdlatul Ulama ini, dalam tulisan berjudul “Menuju Pembacaan Agama yang Profetik” ia mengajak segenap insan untuk meresapi penting dan membumikan misi profetk nabi. Karena misi profetik nabi yang paling utama adalah misi pembebasan, yakni membebaskan umat manusia dari segala belenggu dan ketertindasan.

Dari pandangan yang demikian, bisa kita pahami bawa nabi adalah seorang pembebas bagi umatnya. Dalam perspektif universalitas nilai-nilai kemanusiaan, pembacaan profetik terhadap agama akhirnya tidak bisa dihindarkan dari proses bersama pencarian kebenaran seluruh umat manusia melalui agama masing-masing. Agama yang profetik bukan agama yang memaksakan umatnya memasuki pintu tunggal menuju surga, sebab tuhan telah membebaskan umatnya melakukan pembacaan terhadap agamanya sesuai kapasitas yang dimiliki.

Kehadiran buku setebal 271 ini memberikan Pembacaan atas sejumlah test suci agama yang ramah lingkungan dalam ruang publik dengan meresapi nilai-nilai profetik dan seperti diakuai penulis bahwa buku ini adalah kumpulan tulisan artikel yang berserakan dimedia massa nasional dan jurnal, sehingga memungkinkan tulisan lepas tersebut kurang memiliki koherensi yang tinggi, tidak memiliki mata rantai. Karena diakibatkan respon penulis atas sejumlah fenomena sosial-keagamaan yang hadir saat-saat tertentu. Tapi terlepas dari kelemahan-kelemahan yang ada dalam buku ini, masih patut diapresiasi dan layak menjadi referensi yang harus diakui keakuratan dengan validitas datanya.

Akhirnya, membaca buku ini, layaknya membaca realitas sosial keagamaan yang menjadi kegelisahan tiap insan dalam menatap wajah agama-agama yang tidak ramah dalam ruang publik dan subtansiasi nilai-niulai agama dala ruang publik jauh dari harapan. Semoga kita masih rindu nilai-nilai dan semangat Misi Profetik Nabi.





•) pengurus Forum Study Ilmu Sosial dan keagamaan (Fosiska) IAIN Sunan Ampel Surabaya.

2 komentar:

Pena Pesantren mengatakan...

kita patut memperjuangkan islam indonesia dengan multikulturalisme bukan dengan pedang,

azkabilbana mengatakan...

mon la andik pesse pas loppah se nolesah

Posting Komentar

ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels