Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Teka-teki Keindahan Sastra Al-Qur’an


Judul Buku:STILISTIKA Al-QUR’AN

Makna dibalik kisah Ibrahim

Penulis : Dr. Syihabuddin Qalyubi

Penerbit : LKIS Yogyakarta

Cetakan : I, Januari 2009

Tebal : xii+258 hlm.

Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

Banyak Orang yang tertarik pada Al-Qur’an, Namun tanpa dapat Menjelaskan mengapa mereka kagum dan tertarik. Pesona Qur’an sebenarya bukan karena faktor dogma teologis yang mengharuskan orang beriaman untuk mengagungkan dan mengimaninya, melainkan ada faktor inheren dalam teks Al-Qur’an itu sendiri. Teks Al-Qur’an memang mengandung sesuatu yang dapat memikat pembaca atau pendengarnya.

Buku karangan Dr. Syahabuddin Qulyubi ini mengkaji teori stilistika dan bagaimana menerapkan dalam kisah yang termuat dalam Al-Qur’an. Meskipun didalamnya terdapat banyak sekali kisah, namun pembahasan yang dipilih oleh Doktor lulusan Universitas Sunan Kalijaga adalah seputar kisah Nabi Ibrahim, seperti yang diakui penulis bahwa daya tarik penelitian kisah nabi Ibrahim terletak pada tersebarnya ayat yang menjelaskan tentang nabi Ibrahim dihampir surat Al-Qur’an, berbeda dengan kisah nabi Yusuf yang hanya terdapat pada satu surat saja.

Buku ini sebuah penelitian hasil disertasi yang pembahasan disajikan dalam empat bab. Pada bagian pertama, pembaca diajak wacana stilistika kesebuah disiplin ilmu. Bagian kedua membahas unsur-unsur pembentukan wacana nabi Ibrahim, juga membahas aspek leksikal, gramitika, gaya bahasa retoris dan kiasan, seta kohesi. Bab ini, merupakan aplikasi teori yang telah dibahas sebelumnya. Bagian yang ketiga berisi tentang gaya pemaparan kisah, gaya, dialog dan repitisi, juga analisis kisah nabi Ibrahim, sehingga diperoleh informasi tentang kekhasannya. Bagian pemungkas menuturkan kesimpulan penulis buku sekaligus saran.

Al-Qur’an sebagai kitab sastra mempunayi kesamaan dengan kitab sastra arab lainya, yang juga dalam pemilihan kata menggunakan sinonim, polisemi, kata-kata asing dan kata-kata khas. Hal ini, menunjukkan bahwa bahasa Qur’an menggunakan bahasa arab yang membumi, bukan “bahasa langit” yang jauh dari bahasa manusia. Tetapi, dalam pemilihan-pemilihannya itu mempunyai kekhasan tersendiri, yang terdapat dalam pemilihan kata, kalimat, dan wacananya.

Pemilihan unsur-unsur pembentukan wacana kisah nabi Ibrahim, baik berupa pemilihan kata maupun kalimat adalah untuk mendukung makna dan nuansa yang akan ditampilkan. Sering terjadi subtansi makna yang ditampilkan itu sama, tetapi dalam nuansa yang berbeda sehingga kata atau kalimat yang dipergunakanpun berbeda. Dengan kata lain, kata atau kalimat tidak disusun hanya demi keindahan semata, melainkan untuk mendukung makna karena makna merupakan tujuan sebuah tuturan, sedangkan kata atau kalimat merupakan mediasi untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun demikian itu, tidak mengorbankan kata atau kalimat. Bahkan tiap kata ada dalam batasan semantiknya, dan masing-masing kalimat ada dalam jangkauan fungsi. Semuanya ini, bisa saling mendukung dalam pilihan dan batasan yang tepat.

Dari kisah dalam Al-qur’an yang sangat banyak, diantaranya kisah nabi Ibrahimlah yang dominan sebanyak 186 ayat tersebar dalam 25 surat Al-Qur’an Seperti yang dipaparkan oleh penulis buku ini bahwa kisah nabi Ibrahim bukan karya sastra gaya bebas, baik dalam tema, teknik pemaparan, maupun setting peristiwa-peristiwanya, sebagimana pada umumnya, melainkan suatu media untuk mencapai tujuan yang mulia. Tema, teknik pemaparan, dan setting peristiwa senantiasa tunduk pada tujuan keagamaan, namun ketundukan ini tidak menghalangi munculnya karakteristik seni dalam pemaparannya sehingga kisah Ibrahim dalam Al-Qur’an merupakan perpaduan antara seni dengan aspek keagamaan.

Jika disimak gaya bahasa Al-qur’an dalam menuturkan kisah maka akan terlihat bahwa berbagi macam gaya bahasa yang ada pada zaman modern ini, ternyata sudah digunakan dalam kisah nabi Ibrahim kurang lebih 14 abad yang lalu. Dengan ini, menandakan bahwa Allah sudah menyesuikan dengan gaya bahasa tuturan manusia modern dan cocok sepanjang masa.

Tentunya, sebagai sebuah disiplin ilmu, stilistika memeng masih sangat mudah bahkan terlalu sangat muda untuk dianggap mapan. Kemandirian sebagai disiplin ilmu, terutama pada tradisi keilmuan Arab, masih banyak kontoversi. Ia banyak ia banyak bergantung pada ilmu lain, baik ilmu bahasa maupun sastra. penyerapan yang besar dari materi-materi ‘Ilmu al Balaghah membuat banyak kalangan memasukkannya ke dalam wilayah kajian Balaghah bahkan terkatagorikan pada Balaghah al-Mu’ashirah (Kontemporer).

Untaian singkat tentag buku ini, kehadirannya dapat membantu seseorang dalam menafsirkan Al-qur’an, meningkatkan apresiasi umat islam terhadap gaya bahasa Al-Qur’an, kemudian memahami dan menikamatinya. sehingga karya ini sangat penting bukan hanya untuk kalangan akademis, melainkan juga untuk kalangan umum yang berkeinginan memahami dan menikmati bahasa Al-qur’an. Ditengah derasnya kajian ( hantaman! ) barat yang mempersoalakan otentisitas dan keutuhan Al-Qur’an, buah pikiran seperti ini diharapkan sangat diharapkan menjadi penyejuk dibawah panasnya terik yang membakar. Dengan demikian, semakin jelas bahwa Al-Qur’an memang menjadi teka-teki penuh dengan keindahan sastrawi, tiap titik dan komanya. Anda tertarik ? silahkan baca.

.

*) Penulis Alumni Pondok Pesantren Nasy-Atul Muta’allimin Gapura timur-Sumenep dan Pengelola Pondok Budaya Ikon Surabaya


2 komentar:

DR. Hasani Ahmad Said, M.A. mengatakan...

apa yg menarik dar buku ini? adakah bedanya dg ahmad khalafullah al-fann alqashash fi al-quran

WhyPulsa mengatakan...

Yaasiin
69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.

Posting Komentar