Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

NU dan Politik Kebangsaan


Judul Buku : Nahdlatul Ulama: Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan
Editor : Khamami Zada, A. Fawaid Sjadzili
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan : I, Maret 2010
Tebal : xii + 260 Halaman
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*



Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama (Islam tradisionalis) terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Kiprahnya dalam pembangunan tidak diragukan lagi. Banyak buku yang mengulas perjalanannya yang sangat panjang, mulai pra-kemerdekaan Indonesia hingga zaman Reformasi. Melihat perjuangannya yang unik dan ekspotik serta ketekunan dalam membimbing masyarakat dengan “arus bawah” NU menjadi pusat perhatian para peneliti, baik yang dari dalam maupun luar negeri. Berbagai sisi dari kehidupan NU menjadi fenomena yang mendatangkan rasa antusias para peneliti mulai dari sisi interaksi interpersonal warganya, tradisionalitasnya, dan tak kalah pentingnya adalah kiprahnya dalam perpolitikan kekuasaan di Indonesia.

Dapat dikatakan bahwa sumbangan terbesar NU terhadap perkembangan peradaban bangsa Indonesai adalah bidang politik kekuasaan. Sebagai organisasi yang tumbuh dari pergulatan politik, NU banyak mengambil andil dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Sejak awal, NU tampil sebagi “bidan” lahirnya Republik dan penjaga NKRI yang tak diragukan lagi. NU terlibat dalam pembentukan laskar Hizbullah, Jundullah, dan Sabilillah (1945-1949) (salah satu embrio lahirnya TNI) untuk membebaskan Republik Indonesia dari cengkeraman penjajah. Dengan melihat bukti sejarah itu, jelas sumbangan orang-orang NU dalam membangun peradaban bangsa ini sehingga menjadi negara nasional yang solid. Anggapan yang menyatakan bahwa kadar nasionalisme NU rendah bisa dipatahkan dengan fakta sejarah tersebut.

Buku ini merupakan kumpulan pikiran-pikiran cerdas kaum muda NU, yang mencoba untuk melakukan refleksi dinamika perubahan yang selalu dan terus terjadi dalam perspektif NU dalam rangka mewujudkan kesatuan bangsa yang beradab dan bermoral. Buku yang berisi pelbagai opini yang telah di muat di Kompas dalam kurun waktu 2004-2009 ini dapat menggambarkan betapa gigihnya perjuangan NU dalam rangka membangun keutuhan NKRI. Ternyata, NU sebagai organisasi umat terbesar, telah menjadi bagian penting dari kekuatan masyarakat beradab untuk berkontribusi dalam membangun keadaban bangsa. NU Berhasil membangun keadaban bangsa yang didasarkan pada semangat kebersamaan lintas agama dan keyakinan, begitulah kata Zada-editor buku ini. Kiranya, tekad bulat NU –seperti ini- patut diapresiasi dan terus didukung oleh umat kebanyakan.

Kalau kita lihat kembali, mulai lahir pada 31 Januari 1926 hingga saat ini, NU berdiri sebagai organisasi. Artinya, selama ini wajah NU bukan Jama’ah (kumpulan), melainkan juga sebagi jam’iyah yaitu organisasi yang memiliki AD/ART dan atau konun asasi sebagai pola dasar gerakan. Namun demikian, sampai memasuki usia 1 abad, NU masih belum banyak menghasilkan perubahan dalam masyarakat basisnya. Pengembangan ekonomi, politik, dan perlindungan akan kesejahteraan rakyat tradisional yang kebanyakan terkonsentrasi dipedesaan, masih belum menampakkan hasil nyata. Masyarakat tradisionalis masih tetap seperti dulu, mayoritas terpinggirkan, terbelakang, dan tetap miskin, baik secara intelektual maupun finansial.

Lalu, apakah yang salah dari perjalanan sejarah perjuangan NU selama ini? Bukankah telah didirikan Nahdlatul Tujjar untuk memperdayakan ekonomi masyarakat? Bukankah telah didirikan Nahdlatul Wathan untuk mendidik masyarakat agar memiliki rasa kesetiakawanan dan nasionalisme yang kuat? Bukankah telah didirikan Tasywirul Afkar untuk memupuk intelektualisme warga nahdliyin agar memiliki kepekaan dalam menjawab segala tantangan jaman yang sangat cepat berubah?.

Pertanyaan-pertanyaan ini harus menjadi bahan refleksi bagi segenap warga NU, utamanya para elitenya dalam rangka membenahi dan merevitalisasi pola gerakan sekaligus mengorganisasi kembali aset-aset NU yang menyokong kekuatan NU selama ini, baik berupa lembaga, paradigma, dan karakteristik NU yang khas. Namun sebelum itu, harus di evaluasi dan dibahas terlebih dahulu kekuatan dan kelemahan NU selama ini, serta tantangan warga NU yang setiap waktu selalu berkembang dan berubah dari awal lahirnya NU hingga saat ini.

Semua itu perlu menjadi pemikiran bersama warga Nahdliyin dalam rangka mencapai cita-cita bersama, sebagimana juga telah diidentifikasikan oleh para fundhing leader NU. Dan hal lain yang penting diungkapkan adalah prestasi NU yang fenomenal dalam sejarah peradaban di Indonesia selama ini agar mengenai perjuangan dan pola gerakan NU tidak ahistoris. Dari sini gerakan pembaharuan NU akan mungkin dilakukan. Tantangan bagi NU adalah, bagaimana NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia mampu (sekaligus) mau menampilkan karakter Islam ala Indonesia, seperti yang telah dipraktikan oleh para pendiri, sebut saja Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan K.H. A. Wahab Hasbullah. Cara berpikir NU untuk mempertahankan tradisi tak lain adalah menjaga warisan leluhur yang telah mengembangkan Islam sambil terus melakukan perubahan yang lebih baik (hlm. 131).

Agar, peran NU bagi perjalanan peradaban NU ke-indonesian tidak pandang sebelah mata. Sikap akomodatif terhadap kebudayaan lebih di letakkan dalam rangka menunjukkan bahwa agama (Islam) selalu memberi peluang bagi tumbuh kembangnya kebudayaan yang memang menjadi ‘naluri’ masing-masing komunitas. itulah sebabnya, NU merawat kebuadayaan bangsa seabagai alat untuk mengembangkan tradisi keagamaan yang berfaham ahlus sunnah wal jama’ah.

NU sebagai organisasi siap mengawal nilai-nilai kebangsaan yang prural dengan menerima pancasila sebagai common platformnya. Bahkan NU membuat deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam dalam Muktamar NU ke-27 yang intinya menyebut Pancasila merupakan dasar falsafah Negara Republik Indonesia, yang bukan sebagai agama dan tidak dapat menggantikan kedudukan agama. NU juga menganggap bahwa penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat Islam.


*) Penulis Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya dan aktif pada Pondok Budaya Ikon Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels