Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Menembus Tradisi Pesantren


Judul Buku : Pesantren Dari Transformasi Metodologi
Menuju Demokratisasi Institusi
Penulis : Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag
Penerbit : ERLANGGA, Jakarta
Cetakan : 2009
Tebal : 206 hlm.
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

Pesantren merupakan institusi pendidikan dan dakwah agama. Ia hadir ditengah-tengah rakyat yang belum mengenal sekolah dan universitas. Karenanya, tidak dapat dipungkiri bahwa pesantren telah banyak memberikan andil besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam wacana ini, dalam menjalankan fungsi pendidikan memang merupakan tugas pokok dari semua pesantren. Selama pesantren dapat menjalankan fungsi pendidikan bagi pemberdayaan umat, maka selama itu pula ia dapat mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.

Dalam perspektif inilah pada dasarnya pesantren ingin menciptakan santri yang menurut al-Ghazli an yakuna “aliman, ‘abidan, ‘zahidan, wari’an, ya’rif mashalih al-khalq. Adapun, dari sisi kepemimpinan mereka memiliki tiga identitas sekaligus, yaitu spiritual leader, community leader, dan knowledge leader. Karenanya, dahulu para kiai lebih mementingkan untuk membangunkan shalat subuh santrinya dari pada sekedar mereka mampu menghafalkan kitab Alfiyah. Demikian pula, banyak kiai yang justru memberi bungkusan nasi kepada santrinya pada pagi hari, ketika ia melihat santri tersebut memasak nasi untuk makan sahur.

Dan menurut rumusan Azyumardi Azra, Pesantren telah melakukan tiga peranan : transmission Islamic of knowldge (penyampain ilmu-ilmu keislaman), maintenance of Islamic tradition (pemiliharaan tradisi islam ), dan reproduction of ulama (pembinaan calon ulama). Watak utama yang melekat pada pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan telah menjadikannya memiliki tradisi keilmuan sendiri, namun tradisi ini mengalami perkembangan dari masa kemasa dan menampilkan manisvestasi yang berubah-ubah.

Kemudian ada tiga karesteristik yang dapat dikenali sebagai baik utama kultur pesantren. Pertama, pesantren sebagai lembaga tradisionalisme. Tradisionalisme dalam mencontoh tauladan yang dilakukan ulama salaf yang masih murni dalam menjalankan ajaran islam agar terhindar dari bid’ah, khurafat dan klenik. Kedua, pesantren sebagai pertahanan budaya (culture resistence). Mempertahankan budaya dengan ciri tetap berdasarkan ajaran dasar islam adalah budaya pesantren yang sudah berkembang berabad-abad. Ketiga, pesantren sebagai pendidikan keagamaan. Pendidikan pesantren didasari, digerakakan, dan diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran islam. Ajaran dasar ini berkelindan dengan struktur sosial atau realitas sosial yang digumuli sehari-hari.

Dan dalam buku berjudul “Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi” yang ditulis oleh Mujamil Qamar ini, berusaha memberikan gambaran yang utuh tentang pesantren. Hal ini, di perlukan agar penilaian klise yang selalu mengkategorikan pesantren sebagai lembaga tradisional yang tidak pernah disentuh oleh proses perubahan yang dinamis bisa dihindari. Seperti diketahui bahwa sebagian pengamat pesantren yang meneliti lembaga ini secara parsial memberikan konklusi bahwa lembaga pesantren lahir sebagai perwujudan sikap budaya lokal yang hanya mampu menawarkan bentuk pengajaran yang statis dan tidak dinamis.

Berbeda dengan konklusi para pengamat tersebut, penulis buku ini menemukan sebuah dinamika yang halus namun pasti yang terjadi pada institusi pesantren. Dengan karakter seperti itu profile lembaga ini sebetulnya selalu berubah sejak dulu sampai sekarang, baik dari sudut perubahan kepemimpinan, sistem pendidikan, kelembagaan, kurikulum maupun metode pengajarannya. Dinamika seperti itu, menurut penulis buku adalah akibat dari kemampuan pesantren dalam menjalin hubungan interactive dengan nilai yang hidup di sekitarnya. Hubungan timbal balik tersebut kemudian melahirkan terjadinya perubahan dan penyesuaian dalam tubuh pesantren, hingga lembaga yang sudah berusia ratusan tahun ini bisa tetap hidup dan menghidupi masyarakat di sekitarnya sampai era modren ini. Dinamika pesantren juga tercermin dalam perubahan yang terjadi dalam deminsi kurikulumnya.

Pesantren, menurut alumni IAIN Syarif Hidayatullah ini, ternyata selalu memantau kebutuhan hidup di masyarkat, agar kurikulum yang ditetapkannya nanti dapat merefleksi jenis ilmu yang diperlukan dalam kehidupan mereka. Dalam deretan ilmu agama yang diajarkan dilembaga pendidikan islam tradisional tersebut, penulis mencantumkan dengan pola susunan yang hirarkis agar dinamika yang terjadi dalam kurikulum dalam pesantren tersebut bisa terdeteksi.

Sedangkan, perkembangan pesantren dari sudut metode pengajarannya juga nampak menampakkan sifat dinamis yang dimiliki lembaga ini. Pesantren menurut hasil penelitian ini, tidak merasa cukup dengan metode pengajaran konvensional yang sebagian dipinjam dari lembaga pendidikan islam di negeri lain, seperti wetonan, sorogan, muhawarah, mudzakarah, dan majlis ta’lim. Oleh karena itu diperkenalkan metode pengajaran yang didasarkan pada sistem pengajaran baru ke dalam sistem pendidikan modern selalu memiliki resonansi di lembaga pesantren. Jenis metode pengajaran modern yang didasarkan pada sistem pengajaran kelas itu secara bertahap telah diadopsi oleh pesantren, sesuai demensi waktu yang melahirkan setiap metode tersebut. Dalam rentangan waktu yang panjang tampak pengenalan metode modren tersebut dalam lembaga pesantren mulai metode madrasi, diskusi sampai seminar.(hal, 145)

Dengan demikain ini, pesantren tidak hanya mampu mentransformasi pendidikan secara tradisional tapi mampu menjawab tantangan yang dihadapi dalam berbagai strategi, baik kepemimpinan pesantren, transformasi sistem pendidikan pesantren, transformasi institusi di pesantren, transformasi kurikulum pesantren, dan transformasi metode pendidikan di pesantren. Buku ini, patut di apreasiasi dan dibaca oleh mahasiswa, akademisi, peneliti, pengasuh pesantren dan mereka yang menekuni serta berminat mengetahui pesantren, karena kajian yang ditawarkan oleh penulis akan memberikan perseptif baru tentang dunia pesantren. Wa allahu a’lamu bi al-shawab.

Penulis alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafiyah Ibrohimy Gapura, Sumenep dan sedang studi di IAIN Sunan Ampel Surabya.
Read More “Menembus Tradisi Pesantren”
ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels