Pena Pesantren

Memacu memberdayakan pesantren

ad

Budaya Lokal : Identitas Keislaman Nusantara



Judul Buku : Pantun Melayu, Titik Temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara
Penulis : ABD. RACHMAN ABROR
Penerbit : LKIS, Yogyakarta
Cetakan : September, 2009
Tebal : xvi+400;14,5x21cm.
Perensi : Ahmad Shiddiq Rokib*

Budaya pantun dari tanah Melayu, futurolog john dan patricia dalam mega trend 2000 pernah memprediksi bahwa di era global, kecintaan pada budaya dan tradisi untuk menunjukkan jati diri suatu bangsa akan semakin menguat ditengah terpaan peradaban global. Hipotesis ini, dalam Indonesia yang memiliki prulalitas budaya sekaligus sebagai penerima globalisasi, menjadi ukuran dan bahkan taruhan tersendiri bagi masa depan keindonesian. Persoalan kebudayaan yang segera muncul kemudian adalah apakah proses globalisasi yang tak terhindarkan itu akan menggerus kebudayaan lokal ataukah globalisasi itu justeru membawa berkah bagi tumbuh dan berkembangnya kebudayaan local?.

Problem kebudayaan itu dapat ditelusuri pemecahannya, diantaranya dengan sebuah ihktiar kebudayaan, sejauh kita dapat memilihara, menggali dan merevitalisasi hasil kebudayaan manusia Indonesia, yang dapat membedakan dengan bangsa lain. Dengan cara itu, jati diri bangsa akan terbaca eksistensinya.

Adalah buku “Pantun Melayu, Titik Temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara yang mencoba menyingkap keunikan produk budaya lokal berupa pantun yang merupakan hasil kesustraan asli melayu yang menjadi khazanah kebudayaan Indonesia yang hidup sejak lama, terutama disebagian Sumatra dan Kalimantan. Menurut Abd.Rachman Abror penulis buku setebal 400 halaman ini, bahwa pembangunan kebudayaan yang berorientasi pada pembangunan mental spiritual sama pentingnya dengan pembangunan sains dan teknologi agar bangsa yang terseret lebih jauh pada perasaan rendah diri karena kehilangan kepribadian sebagai bangsa.

Sebagaimana dikatakan oleh St .Takdir Alisjahbana bahwa pembangunan kebudayaan manusia Indonesia pada kerangka pengembangan individu yang berkepribadian pembangunan masyarakat seutuhnya tidak hanya berberhenti pada ekspresi pengalaman individu itu sendiri. Dan kalau melihat konsep manuasi yang dianut masyarakat melayu adalah kesatuan antara jasmani dan rohani (psikologi dan monodualis). Mereka mengorentasikan nilai budi dan sesuai dengan fitrah kejadian manusia , konsep kesatuan itu juga sesuai dengan konsep budi itu sendiri yang tersusun secara bersiratan kedalam gugusan akal-budi, hati-budi, budi-bicara, dan budi pekerti.

Dalam kontets Melayu yang lebih luas, pribadi-pribadi yang berwatak budiman, diharapkan dapat melahirkan komunitas masyarakat dan bahkan bangsa yang meliki watak budiman. Dengan demikian, kedudukan budi begitu memiliki makna penting sebagai ukuran penilaian, karena menjadi fondasi kehidupan bangsa atau sebagai sarana pembngunan character building dalam berbangsa dan bernegara.

Fungsi utama pantun sebagi alat komunikasi tidak langsung masyarakat, bahsa yang digunakan merupakan lambing dan perlambang. Lambang-lambang tersebut bukan hanya diambil dari alam sekitaryang sudah lazim (flora dan fauna), melainkan juga diambil dari mitos dan legenda , peribahasa atau tegangan kias dan benda budaya (artefak budaya). Misalnya, mereka gunakan selain untuk menerangkan diri mereka, juga cermin diri. Dengan demikian, demikian sarana fisik dapat menjadi sarana penting dalam pembentukan nilai dan norma, yang lazim disebut nilai danorma adat (hal, 247).

Adapun nilai-nilai islam yang terkandung pantun melayu berkisar pada nilai-nilai iman, ibadah, dan akhlak. Ketiganya merupakan satu bangunan agama islam yang saling kait mengait dan tak terpisahkan. Pengalaman nilai-nilai islam dalam dunia Melayu turut berperan dalam melahirkan pelbagai tradisi agama orang Melayu dan nilai-nilai tersebut ikut memperkaya dan memperkokoh konsep budi mereka, sebagai nilai tertinggi dengan tujuan untuk menhasilkan manusia yang budiman. Salah satu contoh pantun Melayu yang mencerminkan nilai-nilai luhur agama sebagai berikut : pisang nipah di batu laying /anyam ketupat dujung tanjung/ hati susah bawa sembayang / disitu tempat iman bergantung. Dari pantun tersebut, sangat jelas pesan nilai-nilai agamanya.

Biasa pantun melayu digunakan dalam berdakwah dan mendiskusikan adat, dengan suasana penyampaian yang berbeda dari suasana pantun anak-anak, teka-teki, percintaan, yaitu membangkitkan perhatian dan mengajak untuk berfikir, merenung dan mengamalkan.
Buku ini, selain membedah secara akademik tentang pantun Melayu, juga telah berhasil membuka cakrawala bertemunya nilai-nilai islam dalam bait-bait pantun, terutama nilai budi atau akhlak yang sekaligus menegaskan idenfikasi yang kuat tentang Melayu dengan Islam.

Buku ini patut diapresiasi karena penulis buku ini justru bukan orang lahir dan besar dalam “ruang budaya pantun ” . ia seorang jawa yang mencintai kebhinnekaan dan terkesima dengan pantun. Dengan kata lain, untuk memelihara kebudayaan di butuhkan cross understanding di antara suku bangsa yang berbeda. Sehingga, tidak hanya layak dibaca oleh peminat kebudayan, akademisi, dan mahasiswa, tapi juga oleh generasi baru yang tidak bersedia kehilangan jati diri dengan menanggalkan budaya bangsanya sendiri hanya karena latah dengan pesona globalisasi.
Wa allahu a’lam bisshowaf.

Penulis adalah Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya aktif di Pondok Budaya Ikon
Read More “Budaya Lokal : Identitas Keislaman Nusantara”
ad

Jejak Pengunjung

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah alumni pesantren desa yang jauh dari heruk pikuk informasi dan teknologi, jadi saya berkomitmen untuk memakmurkan pesantren dalam rangka memberdayakan masyarakat kecil

Labels